Berapa banyak
orang yang sering kita temui dan kita dengar yang menyatakan bahwa namanya saja
syariah padahal masih tetap sama saja dengan bunga. Artinya sama saja memakan
riba. Banyak yang berasumsi demikian. Tapi, coba kita ibaratkan makan ayam mati.
Kita sebenarnya bisa makan ayam mati jenis apapun. Jika seandainya ada yang di potong dengan diiringi ucapan basmalah
dan ada yang dipotong tanpa mengucapkan basmalah. Kita akan memilih yang mana? Tentu
kalaupun sama pasti kita akan memilih apa saja. Namun, hati kita pasti lebih
memilih ayam mati yang disembelih dengan ucapan basmalah. Tapi masih banyak
haters syariah bilang “Aah itu sesuatu
yang jauh berbeda untuk dicontohkan. Tapi coba kita buka lagi pemikiran dengan dianalogikan
lagi seorang anak yang lahir secara sah
dengan anak yang hamil diluar nikah. Padahal sama-sama bayi tapi kebanyakan
dianggap berbeda. Jika mau disamakan pastinya tetap bayi juga sama. Mengapa hati
kita menganggap itu berbeda. Pasti kita beranggap proses cara mendapatkannya
yang berbeda. Nah begitupun juga syariah dengan konvensioanl apalagi yang
sering berkata margin (keuntungan) sama saja dengan bunga. Mohon disimak hati-hati
orang yang berpikiran seperti itu coba baca lagi Al-Quran Surah Al-Baqarah
275 yang ini “Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.......” (Q.S. Al-Baqarah : 275).
Terkadang sangat
susah membedakan pada aplikasinya. Bahkan kebanyakan orang yang berada di dalam
ruang lingkup syariah itu sendiri mengakui bahwa praktiknya sama saja dengan
konvensional. Namun sebenarnya, tidak seperti itu. Sebenarnya yang harus
ditanamkan di dalam hati adalah makna dari muamalah itu sendiri. Untuk itu saya
sedikit memberikan pemahaman pada blog ini.
Sebelum penjelasan
panjang lebar tentang syariah, akan dijelaskan beberapa pengertian yang sering
muncul dalam istilah pada perbankan syariah. Hal ini agar tidak terjadi salah
tafsir. Saya akan menjelaskan beberapa diantaranya yaitu akad (perjanjian yang
dituangkan dalam kertas dan ditandatangani oleh kedua belah pihak), murabahah
(akad jual beli dimana kedua pihak sepakat dengan jual beli dan akan terbentuk
harga jual dengan margin didalamnya), wakalah (akad dimana kedua belah pihak
sepakat untuk mewakilkan dan diwakilkan dalam pembelian barang yang telah
disepakati pada saat akad jual beli), mudharabah (akad dimana kedua belah pihak
sepakat dengan bagi hasil dimana salah satu memberikan modal dan satunya
menjankan usahanya dengan nisbah di di dalamnya), ijarah (sewa), margin
(keuntungan yang diperoleh dari penjualan barang), dan nisbah (bagi hasil
dengan persentase sesuai modal yang diberikan). Sebenarnya istilah-istilah ini
bukan karena kearab-araban tapi muamalah memang sudah lama diatur dalam
Al-quran. Mungkin banyak yang belum tahu ada ayat Al-quran yang terpanjang
bahkan paling panjang diantara yang lain yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah
ayat 282. Untuk lebih jelasnya dan agar semua paham dicari serta dibaca sendiri
karena tidak akan saya jelaskan pada tulisan ini. Pada dasarnya ibadah dan
muamalah adalah sesuatu yang diperintahkan Allah dan ada aturan serta tuntunan
yang semuanya ada dalam Al-quran. Jika ibadah itu merupakan semua dilarang
kecuali yang diperintahkan maka muamalah adalah kebalikannya semua
diperintahkan kecuali yang dilarang. Itulah mengapa produk perbankan syariah
lebih banyak dari produk konvensional dan mengapa banyak perbankan mulai
melirik dan mempelajari tentang syariah bahkan banyak yang membuat unit usaha
syariah (UUS) untuk menjadikan pilihan nasabah dalam bertransaksi.
Kembali lagi pada
era saat ini mayoritas masyarakat masih berpikir profit (keuntungan) semata,
meski jiwanya sudah ingin hijrah ke syariah tetap saja jika ingin menempatkan
deposito tidak mau untung sedikit, bahkan jika bisa bagi hasil tetap dan akan mencari
perbankan yang menawarkan bagi hasil yang lebih besar, padahal sudah jelas
syariah bukan seperti konvensional yang menjanjikan bunga. Sehingga tetap masih
banyak orang yang berinvestasi deposito di perbankan konvensional yang
menjanjikan bunga besar. Konsep dasar syariah membagi hasil deposito nasabah
sesuai bagi hasil dari keuntungan sebulan. Ngomong-ngomong keuntungan, rata-rata
keuntungan Bank berasal dari penyaluran pembiayaan/kredit. Nah disini juga pola
pikir masyarakat, selagi di konvensional murah bunganya maka lebih baik ke
konvensional. Disini haters syariah beranggapan. Namanya saja syariah tapi
potongan bulanan mahal sekali bahkan hampir 2 x lipat dari bunganya. Ini yang
namanya belum hijrah secara kaffah (menyeluruh). Padahal jika memakai jasa leasing
luarbiasa bunganyaa. Jika telat bayar dikenakan denda berapa kali persen bunga.
Beruntung kamu yang kerja di perbankan syariah yang memiliki margin pembiayaan
yang rendah dapat dipastikan banyak nasabah yang datang bahkan dengan alasannya
mau hijrah, takut dosa, tapi jika Bank Konvensional menurunkan suku bunga pinjaman,
siap-siap tinggal tunggu habis semua di take over. Mengapa demikian?Hal ini di
Indonesia masih belum tertanam jiwa yang benar-benar hijrah. Melainkan tertanam
jiwa dimana yang menguntungkan disitu saya bertransaksi. Masih banyak yang
menyepelehkan tentang riba itu sendiri.
Tapi tetap
masih ada beberapa orang yang tergerak hatinya bertransaksi secara syariah
meskipun banyak yang menawarkan kemudahan, karena ia sadar mengapa ketika kita
masuk syurga begitu susah dan banyak sekali persyaratannya sementara jika kita
masuk neraka dipermudah tinggal minum khamar, berzina, berjudi, mencuri,
merampok pokoknya semua yang enak-enak. Nah begitu juga dengan perbankan
syariah, sadar atau tidak sadar perbankan Syariah di Indonesia masih jauh dari
perkembangan dan kesempurnaan. Tapi sekarang sudah banyak perubahan untuk
menuju kesempurnaan itu. Berikut ada 5 aspek menurut saya berdasarkan
pengalaman di lapangan yang memang harus dibenahi untuk menuju perbankan
syariah yang diimpikan semua orang sehingga tidak ada lagi istilah sama saja
dengan konvensional.
5 Aspek yang
harus diperhatikan dan menjadi pokok untuk kemajuan perbankan syariah
1.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Sehebat apapun ilmu seorang pegawai bank jika dalam
hatinya tidak sejalan dan bertentangan dengan keinginannya maka tidak akan maju
suatu perusahaan. Rata-rata tidak semua orang ingin berkecimpung di dunia
perbankan syariah. Bayangkan bagaimana bank syariah akan maju jika SDM nya saja
tidak mengerti agama bahkan mungkin tidak memahami tentang syariah. Ketika nasabah
berargumentasi terkait riba dan menyamakan syariah dengan konvensional sementara
SDM nya mengiyakan disini mau dibawa kemana produk yang dijualnya. Bagaimana
nasabah bisa merasa nyaman jika SDM nya saja menjelaskan setengah-setengah
tentang syariah. Jika SDM syariah sudah paham dasar-dasar syariah maka walaupun
apapun caranya dia akan tetap menjelaskan dengan baik terhadap nasabah bahkan
dapat berpahala jika dia mampu mengingatkan dan menjelaskan secara transparan
sistem syariah dengan pendekatan agama yang berlandasakan Al-quran dan Hadis. Jadi
SDM merupakan pokoknya perubahan itu terjadi. Bukan SDM yang hanya mencari
tempat naungan batu lompatan. Kerja di syariah juga sekalian mensyiarkan agama.
Ingat hadis yang diriwayatkan Bukhari yaitu ”apabila sesuatu urusan dikerjakan
bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran” (HR. Bukhari).
2.
Teknologi
Belum banyaknya SDM yang mampu mengola sistem IT dan
dapat menerapkan sistem syariah dengan berbagai akad serta ketentuannya
menjadikan perbankan syariah masih kalah bersaing dengan perbankan konvensional
yang semakin canggih. Bahkan kebanyakan teknologi perbanyak syariah masih jadul
(jaman dulu). Masih lemahnya teknologi syariah membuat kurang diminati masyarakat
terutama transaksi yang harusnya mudah dan cepat seperti yang diterapkan
perbankan konvensional.
Jika seandainya teknologi yang digunakan bisa
multifungsi dan mudah diaplikasikan nasabah dimanapun berada tentu minat
syariah dan kemajuan syariah semakin besar. Apalagi jika didukung dan diberikan
bantuan dari pemrintah dalam hal ini OJK.
3.
Kebijakan Pemerintah
Pemerintah pada saat ini masih memprioritaskan bank
umum konvensional, bank-bank besar tetap lebih dipermudah untuk menciptakan
produk baru dan memperluas jaringan. Sementara perbankan syariah rata-rata baik
produk maupun jaringan masih lamban. Tidak dipungkiri hal ini dikarenakan
tingkat NPF (Non Performing Financing)
atau tingkat pembiayaan yang macet juga tinggi. Mengapa tinggi? hal ini
dikarenakan dahulu belum secara menyeluruh praktik syariah diawasi dan dibuat peraturan
yang spesifik serta arahan dari Bank Indonesia (BI) yang mulai terasa setelah
berada ditangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mulai difokuskan untuk
permasalahan demikian. Jika nanti pemerintah memprioritaskan Syariah dan OJK
dalam hal ini juga fokus untuk mengawasi dan membina perbankan syariah tentu kemajuan
syariah akan semakin berkembang.
4.
Produk
Produk Syariah di setiap perbankan rata-rata sama. Layanan
dan persaingan margin serta nisbah bagi hasil yang membedakannya. Namun kegunaan
produknya lebih inovatif dan bisa lebih elastis dibanding konvensional yang produknya
terbatas. Namun, kebanyakan perbankan syariah tidak menerapkan semua produk
yang ada pada kodifikasi dikarenakan melihat banyak kejadian perbankan kalah
dipersidangan terkait akad musyarakah maupun mudharabah. Maka banyak saat ini
perbankan syariah berhati-hati menggunakan jenis akad. Rata-rata akad yang
sering digunakan adalah akad murabahah yaitu akad jual beli dengan sistem
margin (keuntungan) dimana hal ini merupakan hutang piutang. Tapi sekarang
sudah banyak juga yang memakai akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) dan Ijarah
Mutahiyya Biittamliik (IMBT). Perlunya peran OJK untuk ikut serta membina dan
memberikan dukungan serta bersama Dewan Syariah Nasional (DSN) menciptakan
produk-produk yang dapat diaplikasikan dengan mudah di masyarakat yang
bermanfaat untuk banyak orang. Dengan produk yang mampu bersaing pastinya
perkembangan syariah akan semakin pesat.
5.
Perlindungan Nasabah
Nasabah juga harus mendapat perlindungan dalam hal ini
dari OJK. Nasabah harus dibuka ruang pengaduan apabila terdapat praktik
perbankan syariah yang tidak berdasarkan prinsip syariah. Mulai dari alur dan
prosedur yang tidak sesuai. Namun semuanya kembali ke pokok permasalahan SDM. Apabila
SDM nya berkualitas dan beriman tentu risko semakin kecil. Dengan kepedulian
semua elemen baik masyarakat sebagai nasabah, perbankan sebagai lembaga
keuangan tempat penyaluran pembiayaan dan investasi dana serta OJK selaku
lembaga yang melindungi serta memfasilitator kebijakan pemerintah maka tentu
perbankan syariah akan semakin maju.
Kesimpulannya semua bermuara pada SDM, semakin baik SDM serta
punya integritas dan pemahaman yang dalam tentang syariah dan semua SDM ingin hijrah
dan peduli terhadap syariah tentu dapat menunjang kemajuan dan perkembangan
perbankan syariah. Bahkan jika semua unsur baik nasabah, perbankan maupun OJK
satu tujuan dan niat untuk bersama-sama memajukan dan membangun ekonomi syariah
dengan kaderisasi yang digalakkan pemerintah terhadap tantangan ekonomi secara
global tentu nantinya akan berdampak besar kemajuan perekomonian Indonesia. Tapi
jika hanya teori dan rencana setengah-setengah maka hasilnya pasti juga akan biasa.