Rabu, 22 Juni 2016

SYARIAH ITU DARI QALBU BUKAN DARI NAFSU

Berapa banyak orang yang sering kita temui dan kita dengar yang menyatakan bahwa namanya saja syariah padahal masih tetap sama saja dengan bunga. Artinya sama saja memakan riba. Banyak yang berasumsi demikian. Tapi, coba kita ibaratkan makan ayam mati. Kita sebenarnya bisa makan ayam mati jenis apapun. Jika seandainya  ada yang di potong dengan diiringi ucapan basmalah dan ada yang dipotong tanpa mengucapkan basmalah. Kita akan memilih yang mana? Tentu kalaupun sama pasti kita akan memilih apa saja. Namun, hati kita pasti lebih memilih ayam mati yang disembelih dengan ucapan basmalah. Tapi masih banyak haters syariah bilang  “Aah itu sesuatu yang jauh berbeda untuk dicontohkan. Tapi coba kita buka lagi pemikiran dengan dianalogikan lagi seorang  anak yang lahir secara sah dengan anak yang hamil diluar nikah. Padahal sama-sama bayi tapi kebanyakan dianggap berbeda. Jika mau disamakan pastinya tetap bayi juga sama. Mengapa hati kita menganggap itu berbeda. Pasti kita beranggap proses cara mendapatkannya yang berbeda. Nah begitupun juga syariah dengan konvensioanl apalagi yang sering berkata margin (keuntungan) sama saja dengan bunga. Mohon disimak hati-hati orang yang berpikiran seperti itu coba baca lagi Al-Quran Surah Al-Baqarah 275 yang ini “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.......” (Q.S. Al-Baqarah : 275).
Terkadang sangat susah membedakan pada aplikasinya. Bahkan kebanyakan orang yang berada di dalam ruang lingkup syariah itu sendiri mengakui bahwa praktiknya sama saja dengan konvensional. Namun sebenarnya, tidak seperti itu. Sebenarnya yang harus ditanamkan di dalam hati adalah makna dari muamalah itu sendiri. Untuk itu saya sedikit memberikan pemahaman pada blog ini.
Sebelum penjelasan panjang lebar tentang syariah, akan dijelaskan beberapa pengertian yang sering muncul dalam istilah pada perbankan syariah. Hal ini agar tidak terjadi salah tafsir. Saya akan menjelaskan beberapa diantaranya yaitu akad (perjanjian yang dituangkan dalam kertas dan ditandatangani oleh kedua belah pihak), murabahah (akad jual beli dimana kedua pihak sepakat dengan jual beli dan akan terbentuk harga jual dengan margin didalamnya), wakalah (akad dimana kedua belah pihak sepakat untuk mewakilkan dan diwakilkan dalam pembelian barang yang telah disepakati pada saat akad jual beli), mudharabah (akad dimana kedua belah pihak sepakat dengan bagi hasil dimana salah satu memberikan modal dan satunya menjankan usahanya dengan nisbah di di dalamnya), ijarah (sewa), margin (keuntungan yang diperoleh dari penjualan barang), dan nisbah (bagi hasil dengan persentase sesuai modal yang diberikan). Sebenarnya istilah-istilah ini bukan karena kearab-araban tapi muamalah memang sudah lama diatur dalam Al-quran. Mungkin banyak yang belum tahu ada ayat Al-quran yang terpanjang bahkan paling panjang diantara yang lain yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 282. Untuk lebih jelasnya dan agar semua paham dicari serta dibaca sendiri karena tidak akan saya jelaskan pada tulisan ini. Pada dasarnya ibadah dan muamalah adalah sesuatu yang diperintahkan Allah dan ada aturan serta tuntunan yang semuanya ada dalam Al-quran. Jika ibadah itu merupakan semua dilarang kecuali yang diperintahkan maka muamalah adalah kebalikannya semua diperintahkan kecuali yang dilarang. Itulah mengapa produk perbankan syariah lebih banyak dari produk konvensional dan mengapa banyak perbankan mulai melirik dan mempelajari tentang syariah bahkan banyak yang membuat unit usaha syariah (UUS) untuk menjadikan pilihan nasabah dalam bertransaksi.
Kembali lagi pada era saat ini mayoritas masyarakat masih berpikir profit (keuntungan) semata, meski jiwanya sudah ingin hijrah ke syariah tetap saja jika ingin menempatkan deposito tidak mau untung sedikit, bahkan jika bisa bagi hasil tetap dan akan mencari perbankan yang menawarkan bagi hasil yang lebih besar, padahal sudah jelas syariah bukan seperti konvensional yang menjanjikan bunga. Sehingga tetap masih banyak orang yang berinvestasi deposito di perbankan konvensional yang menjanjikan bunga besar. Konsep dasar syariah membagi hasil deposito nasabah sesuai bagi hasil dari keuntungan sebulan. Ngomong-ngomong keuntungan, rata-rata keuntungan Bank berasal dari penyaluran pembiayaan/kredit. Nah disini juga pola pikir masyarakat, selagi di konvensional murah bunganya maka lebih baik ke konvensional. Disini haters syariah beranggapan. Namanya saja syariah tapi potongan bulanan mahal sekali bahkan hampir 2 x lipat dari bunganya. Ini yang namanya belum hijrah secara kaffah (menyeluruh). Padahal jika memakai jasa leasing luarbiasa bunganyaa. Jika telat bayar dikenakan denda berapa kali persen bunga. Beruntung kamu yang kerja di perbankan syariah yang memiliki margin pembiayaan yang rendah dapat dipastikan banyak nasabah yang datang bahkan dengan alasannya mau hijrah, takut dosa, tapi jika Bank Konvensional menurunkan suku bunga pinjaman, siap-siap tinggal tunggu habis semua di take over. Mengapa demikian?Hal ini di Indonesia masih belum tertanam jiwa yang benar-benar hijrah. Melainkan tertanam jiwa dimana yang menguntungkan disitu saya bertransaksi. Masih banyak yang menyepelehkan tentang riba itu sendiri.
Tapi tetap masih ada beberapa orang yang tergerak hatinya bertransaksi secara syariah meskipun banyak yang menawarkan kemudahan, karena ia sadar mengapa ketika kita masuk syurga begitu susah dan banyak sekali persyaratannya sementara jika kita masuk neraka dipermudah tinggal minum khamar, berzina, berjudi, mencuri, merampok pokoknya semua yang enak-enak. Nah begitu juga dengan perbankan syariah, sadar atau tidak sadar perbankan Syariah di Indonesia masih jauh dari perkembangan dan kesempurnaan. Tapi sekarang sudah banyak perubahan untuk menuju kesempurnaan itu. Berikut ada 5 aspek menurut saya berdasarkan pengalaman di lapangan yang memang harus dibenahi untuk menuju perbankan syariah yang diimpikan semua orang sehingga tidak ada lagi istilah sama saja dengan konvensional.
5 Aspek yang harus diperhatikan dan menjadi pokok untuk kemajuan perbankan syariah
1.       Sumber Daya Manusia (SDM)
Sehebat apapun ilmu seorang pegawai bank jika dalam hatinya tidak sejalan dan bertentangan dengan keinginannya maka tidak akan maju suatu perusahaan. Rata-rata tidak semua orang ingin berkecimpung di dunia perbankan syariah. Bayangkan bagaimana bank syariah akan maju jika SDM nya saja tidak mengerti agama bahkan mungkin tidak memahami tentang syariah. Ketika nasabah berargumentasi terkait riba dan menyamakan syariah dengan konvensional sementara SDM nya mengiyakan disini mau dibawa kemana produk yang dijualnya. Bagaimana nasabah bisa merasa nyaman jika SDM nya saja menjelaskan setengah-setengah tentang syariah. Jika SDM syariah sudah paham dasar-dasar syariah maka walaupun apapun caranya dia akan tetap menjelaskan dengan baik terhadap nasabah bahkan dapat berpahala jika dia mampu mengingatkan dan menjelaskan secara transparan sistem syariah dengan pendekatan agama yang berlandasakan Al-quran dan Hadis. Jadi SDM merupakan pokoknya perubahan itu terjadi. Bukan SDM yang hanya mencari tempat naungan batu lompatan. Kerja di syariah juga sekalian mensyiarkan agama. Ingat hadis yang diriwayatkan Bukhari yaitu ”apabila sesuatu urusan dikerjakan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran” (HR. Bukhari).

2.       Teknologi
Belum banyaknya SDM yang mampu mengola sistem IT dan dapat menerapkan sistem syariah dengan berbagai akad serta ketentuannya menjadikan perbankan syariah masih kalah bersaing dengan perbankan konvensional yang semakin canggih. Bahkan kebanyakan teknologi perbanyak syariah masih jadul (jaman dulu). Masih lemahnya teknologi syariah membuat kurang diminati masyarakat terutama transaksi yang harusnya mudah dan cepat seperti yang diterapkan perbankan konvensional.
Jika seandainya teknologi yang digunakan bisa multifungsi dan mudah diaplikasikan nasabah dimanapun berada tentu minat syariah dan kemajuan syariah semakin besar. Apalagi jika didukung dan diberikan bantuan dari pemrintah dalam hal ini OJK.

3.       Kebijakan Pemerintah
Pemerintah pada saat ini masih memprioritaskan bank umum konvensional, bank-bank besar tetap lebih dipermudah untuk menciptakan produk baru dan memperluas jaringan. Sementara perbankan syariah rata-rata baik produk maupun jaringan masih lamban. Tidak dipungkiri hal ini dikarenakan tingkat NPF (Non Performing Financing) atau tingkat pembiayaan yang macet juga tinggi. Mengapa tinggi? hal ini dikarenakan dahulu belum secara menyeluruh praktik syariah diawasi dan dibuat peraturan yang spesifik serta arahan dari Bank Indonesia (BI) yang mulai terasa setelah berada ditangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mulai difokuskan untuk permasalahan demikian. Jika nanti pemerintah memprioritaskan Syariah dan OJK dalam hal ini juga fokus untuk mengawasi dan membina perbankan syariah tentu kemajuan syariah akan semakin berkembang.

4.       Produk
Produk Syariah di setiap perbankan rata-rata sama. Layanan dan persaingan margin serta nisbah bagi hasil yang membedakannya. Namun kegunaan produknya lebih inovatif dan bisa lebih elastis dibanding konvensional yang produknya terbatas. Namun, kebanyakan perbankan syariah tidak menerapkan semua produk yang ada pada kodifikasi dikarenakan melihat banyak kejadian perbankan kalah dipersidangan terkait akad musyarakah maupun mudharabah. Maka banyak saat ini perbankan syariah berhati-hati menggunakan jenis akad. Rata-rata akad yang sering digunakan adalah akad murabahah yaitu akad jual beli dengan sistem margin (keuntungan) dimana hal ini merupakan hutang piutang. Tapi sekarang sudah banyak juga yang memakai akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) dan Ijarah Mutahiyya Biittamliik (IMBT). Perlunya peran OJK untuk ikut serta membina dan memberikan dukungan serta bersama Dewan Syariah Nasional (DSN) menciptakan produk-produk yang dapat diaplikasikan dengan mudah di masyarakat yang bermanfaat untuk banyak orang. Dengan produk yang mampu bersaing pastinya perkembangan syariah akan semakin pesat.
5.       Perlindungan Nasabah
Nasabah juga harus mendapat perlindungan dalam hal ini dari OJK. Nasabah harus dibuka ruang pengaduan apabila terdapat praktik perbankan syariah yang tidak berdasarkan prinsip syariah. Mulai dari alur dan prosedur yang tidak sesuai. Namun semuanya kembali ke pokok permasalahan SDM. Apabila SDM nya berkualitas dan beriman tentu risko semakin kecil. Dengan kepedulian semua elemen baik masyarakat sebagai nasabah, perbankan sebagai lembaga keuangan tempat penyaluran pembiayaan dan investasi dana serta OJK selaku lembaga yang melindungi serta memfasilitator kebijakan pemerintah maka tentu perbankan syariah akan semakin maju.


Kesimpulannya semua bermuara pada SDM, semakin baik SDM serta punya integritas dan pemahaman yang dalam tentang syariah dan semua SDM ingin hijrah dan peduli terhadap syariah tentu dapat menunjang kemajuan dan perkembangan perbankan syariah. Bahkan jika semua unsur baik nasabah, perbankan maupun OJK satu tujuan dan niat untuk bersama-sama memajukan dan membangun ekonomi syariah dengan kaderisasi yang digalakkan pemerintah terhadap tantangan ekonomi secara global tentu nantinya akan berdampak besar kemajuan perekomonian Indonesia. Tapi jika hanya teori dan rencana setengah-setengah maka hasilnya pasti juga akan biasa.